Rabu, 08 Desember 2010

alam rangka mewujudkan perannya dalam pembinaan dan penegakkan hukum, maka beberapa upaya yang dapat dilakukan, di antaranya:

Karena itu, untuk dapat menghasilkan sosok aparat Sat Pol PP yang professional, khususnya dalam rangka mewujudkan perannya dalam pembinaan dan penegakkan hukum, maka beberapa upaya yang dapat dilakukan, di antaranya:
1. Memantapkan wawasan, keterampilan, dan performance SDM Pol PP menuju sosok profesionalisme dalam pelaksanaan tugas, salah satunya dengan cara mengubah sistem rekrutmen dan pendidikan aparat Pol PP;
2. Setiap anggota Pol PP harus dibekali kemampuan dan keterampilan taktis dan teknis kepamongprajaan yang memadai. Tujuannya adalah supaya gerak langkah anggota Pol PP dalam melaksanakan perannya semaksimal mungkin terhindar dari tindakan-tindakan yang menyimpang;
3. Evaluasi terhadap pola pendekatan yang selama ini diterapkan untuk menilai kadar efektifitasnya, sekaligus guna meminimalisir kemungkinan terjadinya penyimpangan;
4. Memantapkan pedoman, arah, dan kewenangan yang jelas dan sinergis dengan unsur terkait, sehingga terjalin mekanisme operasional yang efektif dalam mewujudkan situasi yang kondusif wilayahnya;
5. Menjalin kerja sama dengan seluruh aparat keamanan dan ketertiban serta aparat penegak hukum lainnya agar tercipta hubungan yang sinergis, mengingat beberapa kewenangan yang melekat pada Satpol PP melekat pula ada institusi lain;
6. Menjalin kerja sama dengan seluruh unsur masyarakat dalam upaya-upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum.

Dalam hal keterkaitan dengan para PKL yang tidak memiliki identitas dagang yang dibuktikan dengan kepemilikan TDU atau tanda daftar usaha, sering kali dikatakan sebagai pedagang kaki lima liar dan mereka sering digusur oleh satpol PP karena tidak memiliki tanda daftar usaha tersebut. Adanya TDU yang ditentukan oleh pemkot Surabaya dianggap menyulitkan pedagang kaki lima. Hal ini dikarenakan syarat untuk memiliki TDU harus melampirkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Surabaya serta jangka waktu TDU hanya 6 bulan. Syarat tersebut memberikan ruang gerak yang sempit bagi pedagang kaki lima yang berasal dari luar kota Surabaya, Padahal pedagang kaki lima kebanyakan berasal dari luar kota Surabaya. Selain itu jangka waktu yang ditentukan sangat pendek mengingat setiap pengurusan TDU seorang pedagang kaki lima harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 100.000 ( menurut Bpk Yudi, penjual soto Lamongan). Biaya tersebut terlalu berat bagi PKL yang akan membuat TDU. Di lain sisi Sat Pol PP rutin untuk melakukan penertiban dan penggusuran PKL. Sehingga secara tidak langsung terjadi penolakan-penolakan terhadap penggusuran dan penertiban dari pihak PKL maupun yang pro (mendukung) PKL.

Satuan Pol PP Kodya Surabaya sebagai eksekutor (penggusur) dalam Penertiban dan Penanganan mengaku sangat lelah dalam penertiban PKL secara terus-menerus, yang dilakukan di daerah tersebut. Penertiban dilakukan dengan melalui pemberitahuan kepada PKL terhadap lokasi yang mereka tempati sebagai lokasi sarana umum. Penanganan dengan cara pemberian surat teguran dari Pemkot kepada kecamatan/kelurahan, dimana PKL tersebut menempati lokasi dagang mereka. Namun penanganan dan penertiban tersebut kurang dihiraukan sehingga Pemkot melalui Pol PP Kodya Surabaya melakukan penggusuran secara tegas, yang selanjutnya dibawa ke pengadilan yang mengarah pada denda sesuai dengan Perda (Peraturan Daerah) No17 Tahun 2003, akan tetapi hal tersebut selalu tidak sesuai dengan apa yang ada pada Peraturan Daerah tersebut. Karena jumlah biaya denda yang ditawarkan pada setiap PKL hanya bekisar Rp. 15.000,- hingga Rp. 30.000,-. Serta pemberitahuan secara tegas kepada PKL agar tidak berjualan di lokasi tersebut. Namun penaganan dan penertiban tersebut tidak diindahkan oleh para PKL tersebut sehingga alat dagang dan alat peraga dagang PKL dimusnahkan/dibakar oleh Pemkot yang dilakukan oleh Pol PP Kodya Surabaya.

Penanganan dan penertiban tersebut dirasa kurang dapat menyelesaikan permasalahan PKL, karena dengan adanya indikasi PKL tetap kembali pada lokasi yang dilarang untuk dilakukan transaksi jual beli. Dengan adanya hal tersebut pula dapat menimbulkan bertambahnya jumlah PKL mengingat lokasi tersebut padat akan daya beli. Sehingga penanganan dan penertiban PKL yang dilakukan oleh Pemerintah Kota kurang dapat memberikan jalan keluar bagi PKL di Surabaya. Pola penanganan pedagang kaki lima yang ada di perkotaan hendaknya tidak menggunakan pola politik karena penanganan pedagang kaki lima ini jika tidak berhasil akan menimbulkan efek yang besar bagi tatanan kota Surabaya. Oleh karena itu pemerintah kota Surabaya dituntut untuk memiliki strategi yang efektif dalam merumuskan kebijakannya agar tidak merugikan semua pihak. Sehingga seharusnya suatu kebijakan publik berdasarkan pada kepentingan publik yakni masyarakat Kota Surabaya secara umumnya.

Pada hakekatnya suatu kebijakan harus melalui suatu prosedur kebijakan yang berorientasi pada masalah. Suatu kebijakan berorientasi dari suatu rumusan masalah yang menjadi masalah kebijakan. kemudian diorientasikan dengan kinerja, aksi, hasil, dan masa depan kebijakan tersebut. Dan diharapkan pemerintah kota surabaya juga memperhatikan komunikasi publik guna kepentingan publik. Dalam hal ini kebijakan terhadap PKL di surabaya, yang dimana kebijakan beroirentasi pada masalah PKL yang sadar maupun tak sadar hukum (tanpa adanya ketimpangan kepentingan). Sehingga diharapkan pemerintah kota dapat mengaktualisasikan proses kebijakan tersebut sesuai prosedor kebijakan, guna perkembangan dan pemberdayaan PKL sebagai sektor informal di Surabaya.

Pedagang kaki lima, sebagai usaha sektor informal yang berada dalam naungan paguyupan, pada umumnya telah mentaati peraturan yang di buat oleh pemerintah kota Surabaya. Hal ini dapat dibuktikan dengan :
1 Kepemilikan tanda daftar usaha (TDU) dengan ketentuan sebagai berkut (sebagaimana tercantum dalam pasal 5 dan 6, Perda No. 17 Tahun 2003) yakni : Tidak memperjualbelikan tempat usaha atau lokasi kepada orang lain, Tidak memperdagangkan barang ilegal menurut ketentuan undang-undang baik disengaja maupun tidak disengaja., Tidak membangun tempat usaha secara permanen maupun semi permanen., Sanggup mengosongkan, mengembalikan dan menyerahkan kepada pemerintah apabila lokasi yang dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pemerintah serta tidak akan menuntut apapun pada pemerintah., Sanggup membersihkan lokasi usaha setelah selesai berjualan dan membuang sampah langsung ke tempat pembuangan sampah terdekat., Tidak meninggalkan alat peraga setelah selesai berjualan., Tidak menggunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal dan kegiatan terlarang seperti judi dll., Tidak mengalihkan tanda daftar usaha kepada pihak lain dalam bentuk apa pun.
2 Membayar iuran kebersihan sebesar Rp.1000,-
3 Bersedia menyeragamkan tenda sebagai identitas dari paguyupan pedagang kaki lima hanya yang ada di Surabaya.

Namun hal di atas dirasa belum cukup bagi pihak Pemkot Surabaya, karena mereka masih dianggap sebagai masalah bagi Kota Surabaya. Peran dan keberadaan PKL bagi masayarakat Surabaya belum bisa membuat senang pihak Pemkot Surabaya. Karena PKL dianggap sebagai salah satu masalah kependudukan di kota Metropolitan ini. Akan tetapi pada mulanya para PKL juga memiliki nilai fungsional dan kontribusi terhadap perekonomian informal masyarakat kota. Terutama bagi para konsumennya yang berada di bawah kelas menengah. Labih dari itu, para PKL ini akan memberikan keuntungan ekonomi bagi perekonomian rakyat. Mereka tetap survive di tengah krisis ekonomi, dan itu sudah teruji. Karena itu, yang perlu ditumbuh kembangkan oleh Pemerintah Kota Surabaya adalah bagaimana membuat kebijakan yang dapat mempermudah dan memberi akses (ekonomi) yang memadai bagi pengembagan usaha informal tersebut.

Oleh karena itu, Pemerintah Kota Surabaya sudah saatnya meninjau ulang berbagai kebijakannya yang cenderung diskriminatif dan merugikan kaum miskin kota serta usaha ekonomi informal perkotaan. Dengan kata lain, kebijakan publik harus bersifat afirmative artinya kebijakan tersebut mengutamakan mayoritas (Masyarakat Surabaya) tanpa mengabaikan kaum minoritas (Pedagang Kaki Lima). Dan kebijakan Pemerintah Kota Surabaya dapat bersifat solutif bagi PKL dan masyarakat Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar